Tausiyah Ramadhan : Puasa dan Etos Kerja



Jama’ah yang dirahmati Allah SWT.

Banyak kesalahan pahaman yang dilakukan oleh orang Islam sendiri atau orang diluar Islam tentang ibadah puasa. Orang Islam sering memahami Ibadah pusa hanya sebuah ritual menahan lapar dan haus. Karena kesalah pahaman tersebut, banyak terlihat dari fenomena kehidupan muslim yang berpuasa, menunjukkan kemalasan dan turunnya etos kerja. Dengan kata lain, ibadah puasa menjadi identik dengan kemalasan dan tidak produktif. Sedangkan kesalah orang diluar Islam, karena berdasarkan kepada realita umat yang sedang sakit seperti sekarang ini, mereka menuduh bahwa puasa adalah penyebab turunnya etos kerja. Akibatnya mereka mempunyai presepsi negatif dan cenderung menyalahkan ibdadah puasa. 

Kaum Muslimin wal Muslimat yang berbahagia.

Presepsi semacam itu tentu tidak banar. Sejarah telah mencatat berbagai kemenangan besar yang di raih umat Islam pada bulan ramadhan. Kemenangan perang Badar, Hittin, Ain Jalut dan penaklukan kota Makkah, semuanya terjadi pada bulan ramadhan. Maka, tidak benar tuduhan bahwa ibadah puasa sebagai sebab kemalasan dan turunnya etos kerja umat Islam. Islam sangat menghasung umatnya untuk selalu semangat dalam bekerja dan meningkatkan etos kerjanya. Rasulullah SAW adalah sosok yang selalu berbuat sebelum beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan tugas beliau sebagai ushwatun hasanah; teladan yang baik bagi seluruh manusia. Maka saat kita berbicara tentang etos kerja, maka beliaulah orang yang paling pantas menjadi rujukan. Dan berbicara tentang etos kerja Rasulullah SAW sama artinya dengan berbicara bagaimana beliau menjalankan peran-peran dalam hidupnya
Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT dan menjadikan hasil dari kerja sebagai jembatan kokoh untuk menuju akherat. Oleh kaena itu Rasulullah selalu memotivasi dan mengapresiasi setinggi-tingginya kepada umatnya yang mau bekerja keras. Kerja apapun yang penting halal adalah suatu prestasi yang patut dihargai. Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitamhitaman seperti terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," Tanya Rasul kepada Sa'ad. "Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku". Seketika itu beliau
mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka". 

Dalam kisah ini sangat jelas sekali, bagaimana Rasulullah saw. memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada sahabatnya yang mau bekerja keras. Bahkan Rasulullah memberikan jaminan kepada sahabat tersebut dengan masuk surga. Hal itu tidak lain karena sahabat tersebut bekerja dengan sepenuh hati, penuh dedikasi dan tanggung jawab sekalipun pekerjaan tersebut bisa jadi dipandang oleh sebagian orang adalah pekerjaan yang sangat  rendah dan tidak menjanjikan. Tetapi Rasulullah saw. ternyata memberikan penilaian lain  yang bisa jadi penilaian tersebut tidak didapatkan oleh orang-orang yang memiliki pekerjaan terhormat dalam pandangan manusia. Kaum Muslimin wal Muslimat yang di rahmati Allah.  


Dalam bulan Ramadhan ini berbagai kebaikan akan dilipatgandkan pahalanya. Semua ini adalah bentuk hasungan Rasulullah kepada umatnya untuk selalu beraktifitas dan bekerja keras. Dalam konsep Islam orang berkerja adalah ibadah, jika di niatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga kehormatan diri dan keluarga. Dikisahkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rasul pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR Ath-Thabrani). 


Dalam kisah diatas, sangat jelas sekali bagaimana Islam memandang sebuah etos kerja sebgai bentuk pengabdian kepada Allah dan aktualisasi dari sebuah kenyakinan yang benar terhadap Islam. Untuk itu, seorang mukmin harus mampu menggunakan waktunya secara maksimal. Apalagi keberkahan bulan ramadhan terbatas hanya satu bulan. Karena waktu merupakan ruang lingkup suatu keadaan yang memungkinkan seseorang untuk bisa melakukan sebuah aktifitas. Hasan al-Bashri mengatakan bahwa kehidupan manusia tidak  lain adalah kumpulan beberapa hari, yang mana tiap hari jumlahnya akan selalu berkurang. Umar bin Khottab pernah mengintruksikan kepada pengawainya dan mengatakan dalam sebuah surat, “Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan itu terletak pada prestasi kerja. Oleh karena itu, janganlah engkau tangguhkan pekerjaan hari ini hingga esok, karena pekerjaanmu akan menumpuk, sehingga kamu tidak tahu lagi mana yang harus dikerjakan, dan akhirnya semua terbengkalai”. 

Jama’ah yang dirahmati Allah. 

Diantara hal terpenting yang perlu dijaga agar kerja dan etos kerja kita memiliki nilai lebih bagi kehidupan kita baik di dunia dan akherat adalah niat benar. Oleh karena itu seorang muslim sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu pekerjaan harus mempunyai alasan yang tepat dan jelas. Imam Hasan al-Bishri –semoga Allah merahmatinya- berkata: "Semoga Allah memberikan rahmatnya kepada hamba yang mau meninjau kembali keinginannya, apabila didapati keinginannya itu sesuai perintah Allah maka ia lanjutkan, dan apabila mendapati keinginnanya itu bukan karena Allah, maka ia tanguhkan".  Selain niat yang benar, seorang pekerja harus menjalankan pekerjaannya dengan cara-cara yang syar`i. Ia tidak boleh untuk mencapai sesuatu pekerjaan atau dalam mengerjakannya dengan cara yang tidak dihalalkan oleh syariah. Termasuk menghundarkan praktek-praktek korupsi, nepotisme, riba dan menghalalkan segala cara. Karena semua itu  bertentangan dengan nilai-nilai kerja dan etos kerja yang diperintahkan oleh Islam. Untuk  itu Rasulullah Saw. memperingatkan, “Wahai para manusia sesungguhnya Allah maha suci dan tidak akan menerima kecuali yang suci” (HR. Muslim). Dalam hadis lain, ”Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih layak baginya” (HR. Thabrani).

Demikianlah yang dapat disampaikan, semoga kita sebagai seorang mukmin mampu menjadikan bulan puasa ini sebagai motivator untuk meningkatkan kualitas dan etos kerja kita. Sehingga nilai-nilai puasa Ramadhan ini mampu membawa kesejahterana dan kemajuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Amin ya rabbal `alamiin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tausiyah Ramadhan : Puasa dan Etos Kerja"

Post a Comment