ISLAM SISTEM HIDUP YANG UNIVERSAL



Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jum’at Rohimakumullah.

Marilah kita panjatkan puji syukur kita kehadirat Allah SWT atas  segala nikmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kita, sehingga kita dapat menjalankan kewajiban usbu’iyah yakni shalat Jum’at berjamaah dalam keadaan sehat wal afiat.

Rasulullah SAW ketika menyampaikan khotbahnya senantiasa  mengawalinya dengan wasiat taqwa, oleh karena itu  sebagai ittiba’ Rasul, perkenankan pada kesempatan ini saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan kepada para jamaah “Ushiikum waiyaa ya bitaqwallah, ittaqullaha haqqa tuqootihi walaa tamutunna illa wa antum muslimun”.

Marilah kita beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dengan  sebenar–benarnya taqwa dalam arti Imtisalu‘awamirillah, berkomitmen menjalankan apa yang diperintahkan Allah SWT danWajtinabunnawahy, komitmen memproteksi diri dari aktivitas yang dilarang oleh Allah SWT
dan ajakan serta seruan untuk bermaksiyat kepada Allah SWT.

Islam sebagai ad-diin adalah agama Universal dan komprehensif yang  di anugerahkan Allah SWT kepada umat manusia sampai akhir zaman, sebagai agama yang sempurna dan diridhai Allah SWT. Universal berarti bahwa Islam adalah agama yang diperuntukkan bagi umat manusia di seluruh penjuru bumi ini dan dapat diimplementasikan oleh umat manusia sepanjang waktu dan tempat sampai akhir zaman.

Komprehensif artinya bahwa Islam itu memiliki ajaran yang lengkap dan sempurna (Syumuliyyah), kesempurnaan ini disebabkan bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia, tidak saja aspek ritual dan spiritual serta ibadah mahdhah, tetapi juga mengatur aspek mu’amalah, mu’asharoh bil ma’ruf, yang meliputi ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan lain sebagainya.
Al-Qur’an secara tegas dan gamblang mendeklarasikan tentang kesempurnaan Islam dalam berbagai ayat di dalam Al-Qur’an, salah satu diantaranya adalah Surat Al-Maidah ayat 3, sebagai berikut:


حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,  (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Maidah: 3)


Selanjutnya Allah SWT berfirman didalam surat An-Nahl ayat 89,
sebagai berikut:

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ



“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap  umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (QS. An-Nahl: 89)

Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh kalangan intelektual  muslim yang memang sudah seharusnya dia meyakini kesempurnaan tersebut, tetapi para orientalis barat juga mengakui hal tersebut, di antaranya adalah H.A.R. Gibb yang mengatakan:

“Islam is much more than system in theology, it’s a complete
civilization”.

Oleh karena itu, sungguh tidak relevan dan tidak sepantasnya apabila  ada sebagian umat Islam yang mengatakan bahwa Islam itu hanya sebagai agama ritual saja, apalagi jika dituduh sebagai faktor penghambat kemajuan dan pembangunan, pandangan seperti ini bisa jadi muncul karena yang bersangkutan belum memahami Islam secara utuh dan komprehensif.


Sebagai agama yang memiliki ajaran yang komprehensif, Islam meliput tiga pokok ajaran, yaitu aqidah, syariah, dan akhlak yang di antara ketiganya memiliki hubungan yang begitu erat dan terkait sehingga merupakan sebuah sistem yang komprehensif.

Akidah adalah ajaran yang berkaitan dengan keyakinan  dan kepercayaan seseorang kepada Allah SWT, para malaikat, Rasul, kitab yang diturunkan oleh Allah SWT dan lain sebagainya yang terangkum di dalam rukun iman. Akhlak adalah ajaran Islam terkait dengan perilaku, baik dan buruk, etika, dan moralitas. Dua hal ini tidak mengalami perubahan sepanjang zaman dan tidak pula mengalami perubahan dengan perbedaan tempat tinggal dan domisili.

Sedangkan Syariat adalah ajaran Islam tentang hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang disampaikan melalui lisan para Nabi dan Rasul, dalam konteks ini syariah bisa berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban yang dihadapi para Nabi dan Rasul yang di utus oleh Allah SWT.

Syariah Islam terbagi menjadi dua hal, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah ini diperlukan oleh umat manusia untuk menjaga ketaatan dan ketundukan serta keharmonisan hubungan antara manusia sebagi Abdullah dengan Allah SWT sebagai Dzat Maha Pencipta (Al Khaliq), dan ibadah juga merupakan media untuk mengingatkan secara kontinyu tugas manusia sebagai Khalifatullah di muka bumi.

 Sedangkan muamalat diturunkan oleh Allah SWT sebagai Rule of Law atau Rule of the Game untuk menjadi petunjuk aturan main bagi manusia dalam menapaki kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, dan budaya dalam rangka mensejahterakan umat manusia.

 Ciri khas aspek muamalah dalam syariah Islam adalah bersifat elastis dan dapat berkembang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman maupun kondisi dan tempat masyarakat  hidup. Ajaran muamalah dalam perspektif ekonomi lebih tampak sifat universalnya karena tidak membedakan antara muslim dan non-muslim, hal ini tersirat dalam statement yang disampaikan oleh Sayyidina Ali:“Dalam hal muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”.

Ajaran Islam tentang ekonomi (Muamalah Iqtishodiyah) banyak kita jumpai, baik di dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah serta dalam keputusan ulama, ijma’, qiyas, dan ijtihad. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam urusan ekonomi sangatlah besar, ayat-ayat dalam alQur’an yang terpanjang juga membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan perekonomian, yakni Surat Al-Baqarah ayat 282 yang menurut Ibnu Arabi mengandung 52 hukum dalam masalah ekonomi.




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ


“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu´amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit-pun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu´amalahmu itu), kecuali jika mu´amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 282)

Rasulullah Muhammad SAW menyampaikan bahwa ekonomi adalah pilar pembangunan dunia, dalam berbagai hadits beliau juga menyebutkan
bahwa para pedagang atau pebisnis merupakan profesi terbaik bahkan menganjurkan umat Islam untuk menguasai sektor perdagangan  ini, sebagaimana dalam sebuah riwayat berikut ini:





“Sembilan puluh persen (sumber) rezeki ada pada perdagangan, sedang
 sisanya pada binatang ternak”. (HR. Abu Ubaid dalam Al Gharib bersumber dari Nu’aim bin Abdirrahman AL Azdy, ia seorang rowie yang mu’dhal, rowie ini disebutkan oleh Ibnu Al Atsier dalam Al Nihayah fie
Gharib Al Hadits II/341)




“Dari Saied bin Al Musayyib rahimahullah, ia berkata: ‘Rasulullah 

shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang usaha yang terbaik?’, Beliau menjawab: ‘Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang diridhai’”. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya)

Demikian khotbah tentang “Islam Sistem Hidup yang Universal”  semoga bermanfaat bagi kita semua dalam memahami Islam bukan hanya sebagai ritual semata namun meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk dalam berbisnis.

Semoga Allah SWT senantiasa menunjukkan kita kepada jalan-Nya  yang lurus, yang telah ditempuh oleh para pendahulu kita dari generasi salafush-shalih.




#kumpulan khutbah Jum'at #Tausiyah Islami #khutbah jum'at

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "ISLAM SISTEM HIDUP YANG UNIVERSAL"

Post a Comment